TOWARANI

TOWARANI

TOWARANI

Humor Gallery

TOWARANIN

T O W A R A N I

TOWARANI

TOWARANI 1407

TOWARANI

TOWARANI

Berita Terkini :

Idul Fitri Kesempatan untuk Saling Memaafkan



Idul Fitri merupakan hari raya umat Islam yang dirayakan sebagai aktualisasi perasaan kemenangan, kegembiraan, dan kesenangan. Kemenangan didapatkan setelah umat Islam “menaklukkan” hawa nafsunya selama bulan puasa. Kegembiraan didapatkan bagi mereka yang telah diampuni dosanya. kesenangan didapatkan bagi mereka yang dapat berkumpul dan bersilaturahmi dengan sesama keluarganya. Dan lebih-lebih karena Idul Fitri mendorong sikap untuk saling memaafkan.
Idul Fitri merupakan hari raya umat Islam yang dirayakan sebagai aktualisasi perasaan kemenangan, kegembiraan, dan kesenangan. Kemenangan didapatkan setelah umat Islam “menaklukkan” hawa nafsunya selama bulan puasa. Kegembiraan didapatkan bagi mereka yang telah diampuni dosanya. kesenangan didapatkan bagi mereka yang dapat berkumpul dan bersilaturahmi dengan sesama keluarganya. Dan lebih-lebih karena Idul Fitri mendorong sikap untuk saling memaafkan.

Memaafkan memiliki banyak arti, baik menabur perdamaian maupun rekonsiliasi, yakni kesediaan hati untuk menerima kesalahan masa lalu dan siap menatap ke masa depan yang lebih cerah. Minta maaf dan memafkan memang mudah diucapkan, tetapi terkadang berat dilaksanakan dengan penuh ketulusan. Memaafkan bukan hal yang remeh atau sekedar berjabat tangan. Demikian pula berdamai, bukan hanya dengan mengadakan pertemuan dua pihak yang pernah berselisih dan melakukan perdamaian seraya berkata bahwa kita sudah berdamai.

Secara filosofis, memaafkan berarti keinginan untuk hidup dengan tanpa menengok ke belakang dan memupus kenangan saat kebencian dan dendam pernah membara. Memaafkan mempunyai implikasi besar. Melalui kekuatan memaafkan seseorang akan merasa terbebaskan dari beban masa lalu, sehingga mereka bisa bertindak tegas dalam masa kini. Memaafkan yang dimaksud bukan sekadar tindakan lahiriyah semata tetapi juga komitmen batin untuk siap menerima dan tulus terhadap tindakan memaafkan tersebut.

Chaiwat Satha Anand mencatat bahwa dalam Al-Qur’an ada 12 ayat yang membahas tentang memaafkan. Inilah bukti bahwa Islam selalu mengajarkan sikap memaafkan. Tindakan Rasul pun menjadi satu teladan (uswatun hasanah) bagi umat yang ingin belajar sikap memaafkan. Dan satu lagi perayaan Idul Fitri adalah perayaan yang memuat seruan untuk saling memaafkan. Artinya Idul Fitri tidak sekedar dirayakan dengan berjabat tangan, tetapi ada satu tanggung jawab besar untuk selalu melupakan masa lalu dan siap melangkah untuk kebaikan masa depan.

Idul Fitri yang mengajarkan untuk saling memaafkan harus menjadi inspirasi bagi seseorang atau kelompok untuk berbuat dan mengadakan rekonsiliasi. Di hari ini, masyarakat Indonesia harus bisa mengikat tali persaudaraan antara sesama muslim, antara suku bangsa, sehingga menciptakan persaudaraan yang bebas dari ancaman disintegrasi, teror dan kekerasan lainnya. Memaafkan adalah tindakan sosial, politik nirkekerasaan. Karenanya sudah saatnya kekerasan dihentikan dan menuju suasana yang saling memaafkan dan penuh perdamaian.

Apabila masa lalu dipenuhi dengan konflik dan dendam, hubungan yang renggang dan persaudaran yang terputus, maka di hari yang fitri ini kita mulai menjadi momen untuk mengembalikan ikatan dan hubungan persaudaraan tersebut. Melalui Idul Fitri manusia dituntut untuk mengaktualisasikan makna memaafkan tersebut dalam lapangan sosial. Dengan kata maaf, seseorang berarti bertanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan menghindari konflik.

Idul Fitri juga merupakan kesempatan baik bagi bangsa ini untuk merefleksikan kata maaf. Bangsa Indonesia adalah bersaudara, karena itulah di hari raya yang penuh dengan kasih sayang dan maaf ini kita saling bersilaturahhmi dan berkomitmen untuk saling menjaga persaudaraan antar kelompok lintas warna kulit, ras, adat dan agama. Sudah saatnya melupakan dendam masa lalu, membuang warisan kebencian dan menyambung kembali persaudaraan kebangsaan.

Dalam perayaan Idul Fitri yang menyeru agar kita menjadi suci secara personal, sebaiknya kita juga busa berbuat lebih bagi kebaikan dan kesucian secara sosial. Ini dapat dilakukan dengan saling meminta dan memberi maaf satu sama lain, sehingga hubungan antar manusia (habl min al-nas) bisa terjalin dengan tulus suci.

Karena itu, sepatutnya kita selalu mengusahakan islah,  perdamaian dan rekonsiliasi di antara anak bangsa. Kemauan dan tindakan islah merupakan amal saleh yang dianjurkan Allah SWT. Kata ishlah atau shalah banyak sekali terdapat dalam al-Qur’an, yang mengacu tidak hanya kepada sikap rohaniah, tetapi juga kepada tindakan nyata untuk melakukan rekonsiliasi dan perdamaian demi kemaslahatan masyarakat.

Memberi maaf atau pemaafan merupakan dasar bagi terwujudnya islah. Dalam kehidupan sosial dan politik, pemaafan mengandung empat dimensi dan langkah penting: Pertama, pemaafan hendaknya dimulai dengan ingatan yang disertai penilaian moral. Umumnya, pemaafan cenderung dipahami sebagai melupakan kesalahan dan kejahatan individu atau kelompok. Sebenarnya pemaafan berarti "mengingat" dan sekaligus memaafkan. Dalam Islam, proses ini disebut muhasabah, yakni saling "menghitung" atau "menimbang" peristiwa-peristiwa yang melukai pihak-pihak tertentu. Melalui muhasabah, berbagai pihak melakukan introspeksi dan sekaligus penilaian moral terhadap kejadian-kejadian yang merugikan perorangan maupun masyarakat banyak.

Kedua, memutuskan restitusi, kompensasi atau ganti rugi, atau hukuman yang harus dijatuhkan kepada para pelaku kesalahan atau kejahatan. Pemaafan dalam kehidupan sosial dan politik atau dalam hubungan antarmanusia lainnya, tidak mesti menghapuskan segala bentuk hukuman. Meski masih terdapat hukuman, pemaafan mestilah menghentikan semangat pembalasan dendam. Hal ini mengandung makna bahwa pemaafan tidaklah berarti menghilangkan proses hukum.

Ketiga, mengembangkan sikap empati terhadap realitas kemanusiaan pelaku kejahatan; bahwa setiap manusia biasa dapat terjerumus ke dalam kesalahan-kesalahan yang merugikan masyarakat. Tidak ada jaminan, seseorang tidak akan terjerumus ke dalam kesalahan atau kenistaan. Pengakuan tentang kelemahan kemanusiaan ini merupakan sikap empati yang mendorong pemaafan.

Keempat, mengembangkan pemahaman bahwa pemaafan yang tulus bertujuan memperbarui hubungan antarmanusia. Jadi, pemaafan bukan sekadar aktualisasi sikap moral bernilai tinggi yang berdiri sendiri, tetapi juga bertujuan untuk perbaikan (ishlah) hubungan antarmanusia yang bisa diselimuti kebencian dan dendam. Dengan kandungan mulia ini, pemaafan juga berarti kesiapan hidup berdampingan secara damai di antara manusia-manusia yang berbeda dengan segala kelemahan dan kekeliruan masing-masing. Wallahu’alam bi al-shawab

IDUL FITRI HARI KEMENANGAN


 Mengapa Idul Fitri disebut-sebut sebagai ‘Hari Kemenangan’ ? Jawaban atas pertanyaan ini
Bias  ditelusuri melalui 2 (dua) pengertian berikut ini :

Pertama, dari kata idul fithri itu sendiri yang berarti kembali ke fitrah, yakni ‘asal kejadian’,
atau  ‘kesucian’, atau  ‘agama yang benar’. Maka setiap orang yang merayakan idul fitri dianggap
sebagai cara seseorang untuk kembali kepada ajaran yang benar, sehingga dia bisa memperoleh
kemenangan. 

Kedua, dari kata  ‘minal ‘aidin wal faizin’ yang berarti  ‘semoga kita termasuk orang-orang
yang kembali memperoleh kemenangan’ . Karena menurut para ahli, kata al-faizin diambil dari kata
fawz, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an, yang berarti ‘keburuntungan’ atau ‘kemenangan’.
Menurut Quraish Shihab, bila kata fawz  dirujukkan kepada Al-Qur’an, ditemukan bahwa
hampir seluruh kata itu kecuali Al-Qur’an surat An-Nisa : 73 mengandung makna ‘pengampunan dan
keridhaan Allah serta kebahagiaan surgawi’. Kalau begitu, maka bisa dipahami bahwa kata ‘minal
‘aidin wal faizin’ sesungguhnya bermakna do’a, yakni ‘semoga kita termasuk orang-orang yang
memperoleh ampunan dan ridha Allah SWT sehingga kita bisa mendapatkan kenikmatan
surga-Nya’. 

Makna lain dari kata idul fitri sebagai hari kemenangan adalah karena pada hari itu seluruh
kaum muslimin dan muslimat baru saja menuntaskan kewajiban agamanya yang paling berat yaitu
menahan hawa nafsu melalui ibadah Ramadhan. Karena itu, barangsiapa mampu menuntaskan
ibadah Ramadhan itu selama sebulan penuh, tentu dia akhirnya keluar sebagai pemenang dalam
ujian kesabarannya itu. Bukankah di bulan puasa segenap umat Islam diuji kesabarannya dalam
menahan diri dari godaan hawa nafsu, baik nafsu syahwat maupun nafsu makan dan minum di siang
hari ? Itulah sebabnya, usai kita melakukan ibadah puasa, lalu diakhiri dengan perayaan idul fitri,
adalah tidak lain dari upaya merayakan kemenangan jiwa kita sendiri.
 Cobalah rasakan pada saat bulan puasa tetapi kita tidak berpuasa, lantas tibalah saatnya
hari Raya Idul Fitri, apa kira-kira yang harus kita sambut ? Tidak ada. Sebab, orang yang tidak
berpuasa di bulan Ramadhan, maka pada saat tiba idul fitri, dia akan menyambut hari kemenangan
itu dengan sikap dingin, hambar, hampa, seolah tidak terjadi apa-apa. Sementara orang yang
berpuasa, apalagi sampai sebulan penuh, pasti merayakannya  dengan penuh kenikmatan. Inilah
kemudian bisa dipahami bahwa mengapa Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa orang yang merayakan
idul fitri itu seolah dia memperoleh ampunan dan ridha Allah sehingga  dia bisa mendapatkan
kenikmatan surgawi.
 Menurut saya, kenikmatan surgawi tidaklah semata-mata dalam pengertian material, yaitu
surga yang dijanjikan oleh Allah di yaumil akhir nanti, tetapi juga bermakna spiritual, yaitu berupa
konsep tentang kebahagiaan dan kenikmatan hidup yang diperoleh manusia setelah dia mampu
menuntaskan suatu pekerjaan berat yang dibebankan kepadanya. Dan kenikmatan spiritual itu bisa
diperolehnya di dunia. Bukankah kenikmatan hidup itu terasa  kian besar manakala kita mampu
keluar dari kesulitan hidup dengan selamat ?  Seolah-olah kita dihadapkan pada sebuah kesulitan besar laksana keluar dari lubang jarum
kemudian masuk ke lapangan terbuka, sehingga kita bisa menikmati udara segar dan hawa sejuk.
Tiada lagi kepengapan dan kepenatan yang mengepung jiwa kita.
 Sesungguhnya metafora ‘lapangan terbuka’ akan mampu memberikan kepada kita
kenikmatan hidup yang membahagiakan. Itulah yang disebut-sebut sebagai kemampuan manusia
untuk memperoleh kemenangan sejati dalam ber’idul fitri. Seolah di Hari Fitri semua persoalan yang
mengganjal kehidupan, terselesaikan.  Apakah kamu tidak ingin Alah memaafkan kamu ? Allah
adalah Maha Pemaaf lagi Maha Penyayang (Al-Qur’an, An-Nur : 22). Mudah-mudahan di Hari Raya
Idul Fitri ini, kita pun kembali termasuk orang-orang yang kembali memperoleh keridhaan Allah dan
menikmati keindahan surga-Nya, sebagai bukti bahwa kita ‘menang’ dalam mengatasi segala ujianNya. Wallahua’lam.
 Inilah hakikat Idul Fitri yang mengisyaratkan adanya upaya manusia untuk kembali
kepangkuan Tuhannya, atau kembali ke asal usul yang menciptakan manusia, yaitu Allah SWT itu
sendiri. Kembali ke Tuhan dalam keadaan putih bersih setelah melakukan tawbatan nashuha.
 Gerak upaya kembali ke asal adalah sebuah  jargon yang mengindikasikan adanya ikhtiar
sadar manusia untuk melakukan penyegaran moral tatkala manusia hendak melakukan transformasi
social kehidupannya. Karena, setiap gerak ke depan ia selalu membutuhkan langkah kembali ke
belakang, agar gerak ke depan bias memiliki daya jangkau yang lebih jauh dan panjang. Tanpa
gerak kembali ke belakang besar kemungkinan lompatan ke depan tidak memiliki daya tumpu yang
kuat, sehingga jangkauan yang tercapaikan pun akan sangat dekat dan pendek.
 Ilustrasi ini menggambarkan, bahwa setiap gerak maju betapapun hebatnya selalu
membutuhkan langkah mundur sebagai proses  persiapan, ancang-ancang , bahkan penyegaran,
agar dia dapat lebih leluasa menata kembali arus nafas sehingga mampu melesat ke depan secara
lebih ringan.
 ‘Idul Fitri pun memiliki makna yang sama, yaitu sebagai langkah mundur untuk proses
persiapan dalam menghadapi tantangan hidup yang mungkin jauh lebih hebat dan berat di masamasa yang akan datang. Namun jauh lebih penting  lagi adalah gerakan memacu meningkatkan
moral sosial kita yang suci, murni, dan sejati itu, baik di mata manusia maupun di mata Allah SWT.
Wassalam.
           Dikutip dari buku : “Noktah Pengharapan Manusia” .

Hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan pd saat bulan Ramadhan

Selama Ramadan, umat Islam memang diwajibkan untuk berpuasa. Namun ada juga hal-hal yang sebaiknya dilakukan maupun ditinggalkan agar ibadah semakin maksimal. Yuk simak beberapa hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selengkapnya seperti yang dilansir dari Boldsky (02/08) berikut ini.
Hal-hal yang boleh dilakukan
  • Melibatkan diri dalam aktivitas yang baik dan bermanfaat. Misalnya bersedekah dengan cara memberi makan atau hidangan buka puasa bagi kaum yang kurang mampu.
  • Memakai pakaian yang sopan juga dianjurkan selama bulan Ramadan. Siapa tahu Anda bisa melanjutkan kebiasaan menutup aurat ini meskipun puasa sudah berakhir.
  • Sering mengingat Allah SWT baik dilakukan dengan cara banyak berzikir selama Ramadan. Dengan berzikir, hati akan semakin tenang karena Anda mencoba untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta.
  • Rayakan bulan Ramadan dengan suka cita. Bukan berarti Anda harus selalu membeli baju baru menjelang Lebaran. Namun jangan lelah untuk beramal dan meningkatkan ibadah selama puasa.
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan
  • Merokok di depan umum adalah aktivitas yang sebaiknya dihindari. Selain bisa membatalkan puasa, merokok juga bisa menganggu ibadah orang-orang di sekitar Anda.
  • Jangan mengumpat setiap kali merasa marah. Memang puasa tidak akan batal, tetapi pahala jelas berkurang. Menahan lapar dan haus mungkin lebih mudah daripada amarah. Jadi sebaiknya Anda menemukan cara yang tepat untuk mengendalikan emosi.
  • Hal lain yang dianjurkan untuk tidak dilakukan adalah berpuasa untuk diet. Puasa merupakan ibadah umat Islam yang mengharapkan pahala dari Allah SWT. Mengubah tujuannya jelas tidak akan memberikan manfaat berarti bagi diri Anda.
  • Kebiasaan makan berlebihan juga harus Anda tinggalkan selama Ramadan. Sebaliknya, makan hidangan bergizi secukupnya agar tubuh tetap sehat dan bugar.
Demikian beberapa hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama Ramadan. Semoga amal ibadah di bulan puasa bisa diterima oleh Allah SWT.

6 Hal yang sebaiknya dihindari saat Ramadan


Makan dan minum jelas bisa membatalkan puasa, tetapi ada juga hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan selama Ramadan. Sebab menghindari enam hal  berikut ini akan membuat ibadah puasa semakin bermanfaat. 

Makan berlebihan
Semua tahu puasa itu membuat lapar. Namun jangan berlebihan menikmati hidangan ketika berbuka. Mengonsumsi kurma sebelum salat Magrib dan baru makan besar setelah salat lebih dianjurkan agar tubuh lebih berenergi. 

Meninggalkan Tarawih
Memang salat Tarawih sifatnya sunah yang tidak wajib untuk dijalankan selama bulan puasa. Namun menjaga semangat Ramadan untuk berpuasa dan salat Tarawih sebaiknya tetap dijaga agar pahala juga semakin bertambah. 

Berpakaian tidak sopan
Memakai busana yang tidak sopan juga sebaiknya dihindari ketika bulan Ramadan tiba. Selain menjaga diri, berpakaian sopan pun akan mampu menjaga hati. 

Menghindari hal-hal bersifat makruh
Meskipun tidak membatalkan puasa, ada beberapa hal yang bersifat makruh yang sebaiknya dihindari, misalnya berbohong, mengumpat, bergosip, dan ingkar janji. 

Berbelanja berlebihan
Kebiasaan umat muslim saat bulan puasa tiba adalah berbelanja baju baru untuk lebaran. Namun berbelanja secara berlebihan karena ada diskon besar-besaran ada baiknya untuk dihindari agar tidak menyesal di kemudian hari. 

Meninggalkan sahur
Makan sahur merupakan berkat yang sebaiknya disyukuri. Meskipun hanya menikmati seteguk air, Anda dianjurkan untuk bangun pada saat sahur.
Demikian berbagai hal yang sebaiknya dihindari ketika Ramadan. Apakah Anda sudah melakukannya?

Mau Panjang Umur? Nikahi Daun Muda


Harapan hidup pria dapat diperpanjang jika menikahi wanita yang usianya jauh lebih muda. Hal itu menurut penelitian yang dilakukan tim dari Max Planck Institute.

Risiko meninggalnya seorang pria dapat dikurangi hingga seperlima jika pasangannya 15 atau 17 tahun lebih muda dari mereka. Selain itu, risiko kematian prematur juga bisa dikurangi sebesar 11 persen, jika seorang pria menikah seorang wanita yang tujuh sampai sembilan tahun lebih muda.

Tidak hanya itu, peneliti juga menemukan, pria yang menikahi wanita lebih tua lebih mungkin untuk meninggal lebih cepat dibandingkan yang menikahi wanita lebih muda. Namun, hasil penelitian menunjukkan wanita tidak mengalami manfaat yang sama jika menikah dengan pria yang lebih muda.

Para ilmuwan mengatakan, usia pada pria merupakan hasil seleksi alam. Yaitu, mereka yang memiliki kondisi paling sehat pada usia tua, lebih mampu menarik pasangan yang lebih muda.

"Teori lainnya adalah bahwa seorang wanita muda akan memperlakukan pria lebih baik dan membuat pria tersebut hidup lebih lama," kata Sven Drefahl, juru bicara dari Germany's Max Planck Institute, speerti VIVAnews kutip dari Telegraph.

Penelitian ini dilakukan dengan melihat kematian antara tahun 1990 dan 2005 penduduk Denmark .

Manfaat Jinten Untuk Kesehatan Tubuh


Jinten,  rempah yang bentuknya mungil ini memiliki aroma pedas dan wangi yang khas. Banyak dipakai dalam hidangan tradisional juga Mediterania Timur dan India. Meskipun mungil memiliki kandungan nutrsisi hebat untuk kesehatan.
Jinten adalah jenis rempah kering dari keluarga peterseli. Tinggi tanamannya sekitar 30-50 cm. Tanaman herbal tahunan ini memiliki batang yang bercabang ramping dan berdaun menyirip. Sedangkan biji jinten bentuknya lonjong panjang, berwarna kuning kecoklatan, pernyataan ini sperti pangupodit kutip dari laman detik food.
Mulanya dibudidayakan diwilayah Iran dan Mediterania sejak zaman Yunani kuno. Namun pada abad pertengahan jinten mulai disukai orang Eropa kecuali di Spanyol dan Malta. Dalam masakan Persia, jinten hitam dan jinten hijau banyak digunakan.
Di bagian selatan India, air rebusan jinten biasa dihirup dan menjadi minuman sehari-hari. Karena biji jinten juga dipercaya dapat merangsang sekrersi enzim pankreas untuk membantu penyerapan nutrisi. Selain itu juga dapat meningkatkan kesehatan hati untuk musnahkan racun yang ada di dalam tubuh.
Menurut USDA (United State Department of Agriculture), jinten memiliki kandungan kalori sebanyak 22 kkal, 1,34 g lemak, 2,63 g karbohidrat, 0,6 g serat dan 0,25 g protein per sendok teh.
Biji-bijian ini kaya akan zat besi yang bermanfaat untuk mencegah terjadinya anemia pada ibu menyusui dan wanita hamil. Jinten juga dapat mencegah gangguan pencernaan, perut kembung, diare, mual dan morning sickness.
Karena memiliki sifat antiseptik, dapat membantu menyembuhkan masuk angin. Tidak hanya itu jika sedang batuk bisa diredakan dengan makan jinten. Lendir yang melekat dalam tenggorokan akan mudah keluar.
Untuk menyembuhkan masuk angin dan menjaga sistem pencernaan, rebuslah segenggam jinten dengan air hingga mendidih lalu saring. Minumlah selagi masih hangat.

Manfaat Laos Bagi Kesehatan Tubuh



Sebagai obat hipertensi dan diabetes. Biasanya untuk obat hipertensi dan diabetes, laos dicampur bersama daun salam untuk direbus kemudian diminum sebagai obat. Mengapa laos bisa dimanfaatkan sebagai obat alternatif kesehatan? Karena dalam laos terkandung banyak minyak asiri yang berguna dan berfungsi untuk membantu memperlancar sirkulasi darah dan proses pengeluaran sisa metabolisme termasuk kolesterol dalam tubuh kita yang dianggap berlebihan dan bisa mengganggu kesehatan kita. Semoga artikel ini bisamembantu anda dalam memecahkan masalah keseatan anda.



 

© Copyright Towarani 1407 2010 -2012 | TOWARANI Teluk Bone | Powered by Login.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...