Berita Terkini :

UPAYA MEMERANGI TERORIS

Menurut pengertian sementara, terorisme berarti penggunaan kekerasan untuk menimbulkan keta¬kutan dalam usaha mencapai tujuan (terutarna tujuan politik). Pengertian tersebut hanya bersifat sementara, karena secara Internasional belum ada definisi resmi dari "terorisme". Bahkan Majelis Uirum PBB sekali punn belum dapat mencapai konsensus dalam menentu¬kan definisi terorisme yang dapat diterima secara universal. Terlepas dari ada-tidaknya definisi yang dapat diterima secara universal, masyarakat dunia sudah mengerti bahwa dampak dari aksi terorisme sangatlah menakutkan. Kita sudah melihat dan merasakan akibat yang telah di¬timbulkannya di negeri tercinta ini. Ingat, peristiwa bom Bali, Mega Kuningan dan beberapa kali peledakan bom lainnya yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Dunia seakan pasrah dalam menerima keadaan, dimana aksi-aksi teror terus berlangsung di seluruh belahan dunia. Kerjasama Internasional dalam rangka memberantas terorisme, yang dimotori oleh beberapa negara bcsar seakan tidak mampu menghadapi "pukulan" dari teroris. Data menunjukkan, bahwa hingga tahun 2002, telah terjadi 426 kali serangan teroris di seluruh dunia, diantaranya, 68 kali serangan di Asia. Pemerintah Amerika Serikat mendata bahwa 6 dari 33 organisasi teroris, bermarkas di Asia. (Data, bahan Seminar in Combating Terrorism, Honolulu, Hawaii, Oktober 2002). Untuk mengembangkan upaya yang efektif dalam memerangi terorisme, kita harus memahami sekelumit tentang terorisme. Berikut sekilas tentang terorisme yang dialih bahasakan dari World Book. 1999, World Book Inc, 525 W. Monroe, Chicago, JL60661 "...terorisme adalah penggunaan ancaman, dan kekerasan untuk menciptakan rasa takut dan khawatir. Para teroris membunuh dan men¬culik prang, meledakkan bom, membajak pesawat dan melakukan tindak kejahatan lain¬nya. Umumnya, pelaku kejahatan menginginkan uang ataupun tujuan yang bersifat pribadi lainnya, namun teroris melakukan tindak'kejahatan untuk mendukung tujuan-tujuan yang bersifat politic".

Aksi teroris dilakukan untuk beragam alasan. Sebagian kelompok teroris mendu-kung faham politik tertentu, sebagian lain mewakili kelompok etnis yang berusaha me¬misahkarl diri dari kekuasaan pelnerintahan yang sah. Kebanyakan kelompok teroris terdiri dari kelompok yang berjumlah kecil yang berfikir bahwa dengan melaksanakan tindak kejahatan dan menciptakan rasa takut dan kekhawatiran yang mendalam merupakan cara terbaik untuk mendapatkan publikasi dan mungkin juga dukungan. Sebagian kegiatan/aksi terorisme berakar pada ketegangan suku-agama, seperti aksi¬aksi insurgensi dari pihak radikal di Philipina. Di jepang, oleh Kaum Shinrikyo, kelompok pemujaan yang berlatar agama Budha, yang melakukan serangan gas Sarin di jalur kereta bawah tanah di Tokyo pada tahun 1985, Ke¬lompok Beant Singh yang berlatar agama Sikh, melakukan pembunuhan terhadap Perdana Menteri India tanggal 13 Oktober 1984. Kejadian-kejadian tersebut menunjukkan bahwa kawasan Asia rentan terhadap serangan teroris. Terorisme tidak mengenal batas negara ataupun wilayah. Tidak ada satu daerah pun di dunia ini yang tidak dapat ditembus oleh kelompok teroris. keadaan politik, sosial dan ekonomi dunia yang semakin payah akan memperburuk keadaan masyarakat dunia, khususnya masyarakat di kawasan Asia Pasifik. dalam kondisi seperti ini, sangat memungkinkan bahwa kelompok teroris akan melirik wilayah Asia Pasifik, khususnya Asia Tenggara sebagai sasaran kegiatan mereka. Bahkan, terorisme tidak mengenal batas agama atau keterkaitan dengan agama tertentu, karena ternyata ada yang berlatar belakang agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu maupun Budha. Kesamaannya adalah bahwamereka radikal, fanatik dan menginterpretasi¬kan ajaran agamanya secara salah. Dalam upaya meminimalisir kemung¬kinan terjadinya serangan teroris di Indone¬sia, Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah yang tegas, walaupun belum maksimal. Kurang dari dua minggu setelah Tragedi Bali, Pemerintah sudah mengeluarkan empat keputusan penting, yang dapat dijadi¬kan dasar hukum dan kelembagaan, yaitu :
a. Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pembe¬rantasan Tindak Pidana Terorisme, yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang pada tahun 2003.
b. Perpu No. 2 Tahun 2002, tentang Pemberlakuan Perpu No. 1 Tahun 2002, untuk pem¬berantasan terorisme di Bali 12 Oktober 2002.
c. Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2002 yang memberi tugas kepada Menko Polkam dalam mengkoordinasikan langkah-langkah memerangi terorisme.
d. Instruksi Presiden No. 5 'Tahun 2002 yang memberi otoritas kepada Badan Intelijen Negara (BIN) untuk mengkoordinir kegiatan intelijen. Di samping hal-hal tersebut, lebih jauh Menko Polkam, dalam buku "Selamatkan Negeri Kita dari Terorisme, tahun 2002" antara lain mengatakan: " Perang melawan terorisme ini adalah perang yang panjang. Akan banyak dikeluarkan aturan hukum, pembenahan lembaga dan peningkatan kapasitas, pengem¬bangan kebijakan dan strategi, serta langkah dan tindakan operasional untuk menghadapi terorisme itu sesuai dengan perkembangan situasi. Pemeritah menyiapkan kerangka dan desain besar perang melawan terorisme yang disandarkan pada enam prinsip, yaitu Supremasi hukum, independensi, indiskrimi¬nasi, koordinasi, demokrasi dan partisipasi. Keenam prinsip itu dapat dijabarkan sebagai berikut .

1. Supremasi hukum. Perang atas teroris dilakukan dalam kerangka dan berdiri di atas aturan hukum yang ada.
2. Independensi. Kerjasama internasional dalam menghadapi terorisme harus dilaku¬kan, dalam bentuk kerjasama intelijen, kerjasama kepolisian dan kerjasama teknis lainnya.
3. Indiskriminasi. Dalam memerangi terorisme, pemerintah tidak berprasangka dan tidak mengarahkan operasinya kepada kelompok tertentu, apakah kelompok etnis, agama dan kepentingan.
4. Koordinasi. Ancaman terorisme itu bersifat lintas sektoral dan juga lintas negara. Untuk itu koordinasi sangat diperlukan.
5. Demokrasi. Kontrol dan pengawasan publik atas penyelenggaraan pemerintah dalarn mernerangi terorisme selalu terbuka, baik melalui DPR ataupun melalui pers dan civil society.
6. Partisipasi pemerintah mendorong partisipasi publik seluas mungkin, dengan caranya sendiri-sendiri, untuk memerangi terorisme, selama hal itu masih dalam kerangka hukum nasional yang berlaku. Dari kutipan di atas dapat dilihat betapa seriusnya Pemerintah Indonesia berupaya untuk memerangi terorisme. Sukses tidaknya upaya tersebut tergantung kepada ,seluruh komponen bangsa, rakyat, pemerintah dan aparat keamanan serta TNI.
Share this Article on :
 

© Copyright Towarani 1407 2010 -2012 | TOWARANI Teluk Bone | Powered by Login.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...