Di atas disebut soal songkok sebagai kelengkapan berpakaian orang BUgis dan Makassar. Dan ini pun tentu saja ada aturan memakainya. Kopiah yang disebut songkok Bone ini pada umumnya dibuat dari bahan ure’cha yaitu semacam alang-alang halus. Selain itu ada pula songkok bone yang juga dibuat dari Ure’cha tetapi diselang-selingi dengan benang emas atau benang perak, dan diberi nama songkok pamiring. Dan songkok pamiring ini hanya dipakai oleh bangsawan tinggi, bangsawan sampai golongan anak ‘Cera’ dikerajaan Bugis dan golongan daeng di kerajaan Makassar.
Peraturan adat pemakaian songkok pamiring bagi masyarakat Bugis dan Makassar yang berlaku pada zaman kerajaan-kerajaan Bugis dan Makassar masih jaya adalah sebagai berikut :
Bagi bangsawan tinggi berstatus atau berkedudukan sebagai raja dari kerajaan besar dan bagi anak raja yang berasal dari keturunan Maddara Takku (berdarah biru), anak Mattola, anak Matase’, dapat menggunakan songkok pamiring yang seluruhnya terbuat ari emas murni (Ulaweng bubbu), bagi bangsawan lainnya diperkenangkan memakai songkok pamiring dengan lebar emasnya tiga perempat dari tinggi songkok (topi), bagi Arung Matola Menre, anak Arung Manrapi, anak Arung Sipuwe dan anakarung dapat memakai songkok pamiring dengan lebar emasnya tiga perlima tinggi songkok.
Bagi golongan Rajeng Matasa, Rajeng Malebbi dapat memakai songkok pamiring dengan lebar emas setengah dari tinggi songkok, golongan dari anak Arung Maddapi, anak Arung Sala, dan anak Cera’ dapat memakai songkok pamiring dengan lebar emas seperempat dari tinggi songkok pamiring.
Golongan Tau Deceng, Tau Maradeka, dan tau Sama, dapat memakai songkok pamiring dengan pinggirsan emas, sedang golongan Ata sama sekali tidak diperkenangkan memakai songkok pamiring.
Sementara Arung Lili dan Karaeng Lili yang bernaung dibawa panji-panji kerajaan Luwu, Gowa dan Bone dapat memakai songkok Pamiring salaka, Songkok ini sama dengan songkok pamiring diatas, hanya hiasan yang ada disana bukan dari emas, melainkan perak, dan seperti pemakaian songkok pamiring berhiaskan emas di kalangan bangsawan dari kerajaan-kerajaan besar tadi, tinggi rendahnya hiasan diatas songkoknya sesuai dengan derajad Arung Lili dan Karaeng Lili yang bersangkutan.
Peraturan adat pemakaian songkok pamiring bagi masyarakat Bugis dan Makassar yang berlaku pada zaman kerajaan-kerajaan Bugis dan Makassar masih jaya adalah sebagai berikut :
Bagi bangsawan tinggi berstatus atau berkedudukan sebagai raja dari kerajaan besar dan bagi anak raja yang berasal dari keturunan Maddara Takku (berdarah biru), anak Mattola, anak Matase’, dapat menggunakan songkok pamiring yang seluruhnya terbuat ari emas murni (Ulaweng bubbu), bagi bangsawan lainnya diperkenangkan memakai songkok pamiring dengan lebar emasnya tiga perempat dari tinggi songkok (topi), bagi Arung Matola Menre, anak Arung Manrapi, anak Arung Sipuwe dan anakarung dapat memakai songkok pamiring dengan lebar emasnya tiga perlima tinggi songkok.
Bagi golongan Rajeng Matasa, Rajeng Malebbi dapat memakai songkok pamiring dengan lebar emas setengah dari tinggi songkok, golongan dari anak Arung Maddapi, anak Arung Sala, dan anak Cera’ dapat memakai songkok pamiring dengan lebar emas seperempat dari tinggi songkok pamiring.
Golongan Tau Deceng, Tau Maradeka, dan tau Sama, dapat memakai songkok pamiring dengan pinggirsan emas, sedang golongan Ata sama sekali tidak diperkenangkan memakai songkok pamiring.
Sementara Arung Lili dan Karaeng Lili yang bernaung dibawa panji-panji kerajaan Luwu, Gowa dan Bone dapat memakai songkok Pamiring salaka, Songkok ini sama dengan songkok pamiring diatas, hanya hiasan yang ada disana bukan dari emas, melainkan perak, dan seperti pemakaian songkok pamiring berhiaskan emas di kalangan bangsawan dari kerajaan-kerajaan besar tadi, tinggi rendahnya hiasan diatas songkoknya sesuai dengan derajad Arung Lili dan Karaeng Lili yang bersangkutan.