Dari khazanah sejarah masa lalu, ada banyak tokoh yang layak kita kagumi. Tak saja mengingatsituasi dan kondisi pada masa si tokoh hidup. Tapi, saya kira, juga di sepanjang masa. Di bidang kemiliteran dan angkatan laut, misalnya, kita bisa menemukan Karaeng Samarluka. Dengan menggunakan 400 perahu perang, tahun1420, beliau menyerang dan menduduki Malaya selama tiga bulan. Pendudukan itu gagal karna pasukan Uernielingscorps setempat akhirnva melakukan siasat bumihangus.
Dari khazanah sejarah masa lalu, ada banyak tokoh yang layak kita kagumi. Tak saja mengingatsituasi dan kondisi pada masa si tokoh hidup. Tapi, saga kira, juga di sepanjang masa. Di bi¬ clang kemiliteran dan angkatan laut, misalnya, kita bisa menemukan Karaeng Samarluka. Dengan menggunakan 400 pera¬hu perang, tahun1420, beliau menyerang dan menduduki Malaya selama tiga bulan. Pendudukan itu gagal karna pasukan Uernielingscorps setempat akhirnva melakukan siasat bumihangus. Kemudian ada pula Syekh Yusuf putera Sombaya ri Gowa ke 14, I Mangu'rangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tumenanga ri Gaukanna (1601- 1639). Syekh Yusuf ini pahlawan penyebaran agama Islam di seluruh Sulawesi Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Mataram. Selain itu, beliau mengadakan perang jihad melawan Kompeni. Selain rakyat Sulawesi Selatan dan Jawa Barat, rakyat Srilangka dan Anrika Selatan pun sangat mengagung-agungkan beliau kare¬na jasa-jasanya dalam pengajaran agama Islam dan kepeloporannya dalam me¬lawan kolonialisme. Lalu ada I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Sultan Ha¬sanuddin dengan armada angkatan lautnya yang sangat lincah mengadakan ger¬akan-gerakan manuver di lautan, di bawah pimpinan Panglima Armada Laut Karaeng Bontomarannu. Sultan Hasanuddin sangat ditakuti kompeni Belanda, Kemudian I Maninrori Karaeng Galesong putera Sultan Hasanuddin Sombaya ri Gowa. Dalam usia 19 tahun, beliau telah menjadi Panglima Perang, bergabung pada Laksamana Karaeng Bontomarannu, dan dengan kekuatan 300 perahu perang dengan 20 ribu prajurit, menjelajahi lautan pesisir utara Pulau Jawa dan menteror VOC Belanda. Dari sejumlah tokoh itu, yang juga layak dicatat secara khusus adalah Sultan Malikussaid, raja Gowa ke 15 dan Karaeng Patingalloang. Setelah I Mangu'rangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tumenanga ri Gau¬kanna watat pada tanggal 15 Juni 1635, beliau digantikan puteranya: I Mannuntungi Daeng Matlola Karaeng Lakiung Sultan Malikussaid Tumenanga ri Papan¬batuna, "aja Gowa ke 15 (1601-1639). Raja Gowa ke 15 ini selain mendapatgelar Sultan Muhammad Said, juga mendapat gelar Sultan Malikussaid dari Mufti Ara¬bia berhubung kegiatan beliau dalam mengembangkan agama Islam dengan taqwa dan sungguh-sungguh ke seluruh daerah kekuasaannya, baik di Sulawesi maupun di luar Sulawesi. Kemasyhuran Sultan Malikussaid tak hanya terbatas di kawasan Nusantara. Tapi sampai di Asia dan Eropa, terutama disebabkan oleh jasa-jasa dari Karaeng Pati¬ngaloang sebagai Mangkubumi kerajaan Gowa yang dikenal ahli dalam dunia diplomasi dan hubungan luar negeri. Sultan Malikussaid mengadakan persahabatan dengan orang-orang utama di seluruh dunia terutama dengan Mufti Besar Arabia di Mekkah. Sultan Malikussaid terpuji karma keberaniannya, kepandaiannya dalam bergaul dengan para raja, tahu menghargai pembesar-pembesar bawahannya, bijaksana, tahu membalas budi, sehingga rakyat sangat rnencintainya. Raja-raja lalim ditak¬lukkannya, perdagangan budak dibasminya, dan hasrat Belanda untuk menguasai kepulauan Maluku serta Ternate dengan cengkeh dan palanya, dihalangi beliau dengan diplomasi. Bila diplomasi tidak berhasil, maka digunakan kekerasan, terma¬suk menggunakan kelasykaran sekutunya dalam TelluE Bocco. Sultan Malikussaid menaklukkan seluruh kerajaan di Sulawesi termasuk Sangir dan Talaud, Berau dan Kutai di Kalimantan Timur, kepulauan Nusantara kecuali Bali, Mare'ge (Australia Utara) dan kepulauan Maluku Tenggara.
I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiung Sultan Malikussaid Tumenan¬ga Papanbatuna ini adalah ayah I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto¬mangape Sultan Hasanuddin Tumenanga ri Balla Pangkana, raja Gowa ke 16 (1653-1669), yang oleh pemerintah NKRI telah dinyatakan sebagai pahlawan nasional. Seperti disebutkan tadi, keberhasilan Sultan Malikussaid mengelola kerajaan tak lepas dari Karaeng Patingaloang. Beliau ini disebut-sebut bangsa kulit putih yang mengenalnya sebagai "orang paling cerdas dan paling pintar di dunia". Nama Ieng¬kap Karaeng Patingaloang adalah I Mangadacinna To Waniaga Daeng Sitaba Ka¬raeng Patingaloang Sultan Mahmud Tumenanga ri Bonrobiraeng. Lahir tahun 1600 dan wafat tahun 1654. Beliau putera raja Tallo ke 6, Karaeng Matoaya Sultan Ab¬dullah Awwalul Islam, dan bersaudara sepupu dengan Sultan Malikussaid. Karaeng Patingaloang menjadi mangkubumi atau kepala pemerintahan negara (rijkshestuurder) atau Perdana Menteri merangkap penasihat kerajaan Makassar (Gowa dan Tallo) tahun 1639 -1653. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai ahli Ilmu Akhlak (Charakteroloog) dan Philosoof, ahli Ilmu Agama (Theoloog) dan telah mempelajari semua Bangsa (Ethnoloog) yang membawa bahasanya (Linguistics) untuk dikembangkan di Makassar, ahli Ilmu Alam (Natural Sciences), ahli Ilmu bumi (Geography), ahli Ilmu Bahasa (Linguistics), ahli Ilmu Jiwa (Psycholoog), ahli Ilmu Falak (Astronoloog), ahli Ilmu Firasat (Occultism), ahli Ilmu Hayat dan Ilmu Hewan (Biolog dan Zoloogi), ahli Ilmu Hukum dan Masyarakat (Juris Prudence dan Socioloog), ahli Ilmu Pasti dan Pengetahuan (Mathematics en Science), dan ahli Ilmu Sejarah dan Tasyrih (History en Anatomy). Karena itu, tak heran jika seluruh bangsa yang mengenal Beliau mengakuinya sebagai manusia tercerdas dan terpintar di dunia ini. Kepintaran dan kecerdasan¬ma dikagumi di seluruh dunia. Karaeng Patingaloang senang memelihara badak, kuda nil, jerapah, unta, kuda Arab dan kuda Eropa, berbagai jenis antilope, zebra, beliau Juga senang mengoleksi benda-benda yang sukar ditemukan, seperti peta dunia dan kota-kota besar di seluruh dunia. Beliau juga mempunyai lonceng yang sangat besar, sehingga setiap kali berdentang bunyinya dapat didengar bermil-mil jauhnya. Untuk meyakinkan para pedagang atau pelaut bahwa dunia ini bundar, Beliau memesan sebuah globe raksasa yang dikerjakan Joan Bleau selama empat tahun di negeri Belanda. Pada tanggal 13 Februari 1651 pemerintah Belanda menyerahkan pesanan tersebut di Benteng Somba Opu Penyair Belanda yang sangat terke¬nal dan populer ketika itu tak dapat menekan rasa kagumnya, sehingga membuat syair yang penuh pujian sebagai pengantar dalam pengiriman globe tersebut.